Rabu, 18 Juli 2012

KESULTANAN SAMBAS

Kesultanan Sambas

KESULTANAN SAMBAS
Swapraja Sambas.svg
Lokasi Wilayah Kekuasaan Kesultanan Sambas Dari Tahun 1708 M hingga 1950 M
Berdiri 1671-1950 M
Didahului oleh Kerajaan Sambas
Digantikan oleh Kabupaten Sambas
Ibu kota Sambas
Bahasa Melayu Sambas
Agama Islam Sunni mazhab Syafi'i (resmi)
Pemerintahan
-Sultan pertama
-Sultan terakhir
Monarki
Sultan Muhammad Shafiuddin I
Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin
Sejarah
-Didirikan
-Zaman kejayaan
-Krisis suksesi

1671 M
1708 - 1812 M
1855 M

Sejarah Ringkas Kesultanan Sambas


Istana Alwatzikhoebillah
Sebelum berdirinya Kesultanan Sambas pada tahun 1671 M, di wilayah Sungai Sambas ini sebelumnya telah berdiri kerajaan-kerajaan yang menguasai wilayah Sungai Sambas dan sekitarnya. Berdasarkan data-data yang ada, urutan kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Sungai Sambas dan sekitarnya sampai dengan terbentuknya Negara Republik Indonesia adalah :
  1. Kerajaan Wijaya Pura sekitar abad 7 M - 9 M.
  2. Kerajaan Nek Riuh sekitar abad 13 M - 14 M.
  3. Kerajaan Tan Unggal sekitar abad 15 M.
  4. Panembahan Sambas pada abad 16 M.
  5. Kesultanan Sambas pada abad 17 M - 20 M.
Secara otentik Kerajaan Sambas telah eksis sejak abad ke 13 M yaitu sebagaimana yang tercantum dalam kitab Negarakertagama karya Prapanca pada masa Majapahit (1365 M). Kemungkinan besar bahwa Kerajaan Sambas saat itu rajanya bernama Nek Riuh. Walaupun secara otentik Kerajaan Sambas tercatat sejak abad ke-13 M, namun demikian berdasarkan benda-benda arkeologis (berupa gerabah, patung dari masa Hindu)yang ditemukan selama ini di wilayah sekitar Sungai Sambas menunjukkan bahwa pada sekitar abad ke-6 M atau 7 M di wilayah ini diyakini telah berdiri sebuah kerajaan. Hal ini ditambah lagi dengan melihat posisi wilayah Sambas yang berhampiran dengan Selat Malaka yang merupakan lalu lintas dunia, sehingga diyakini bahwa pada sekitar abad ke-5 hingga 7 M di wilayah Sungai Sambas ini telah berdiri Kerajaan Sambas yaitu lebih kurang bersamaan dengan masa berdirinya Kerajaan Batu Laras di hulu Sungai Keriau yaitu sebelum berdirinya Kerajaan Tanjungpura.
Kedatangan rombongan bangsawan Majapahit di Sambas dapat berjalan mulus tanpa menimbulkan konflik bukanlah hanya karena wilayah Sambas pada waktu itu tidak be-raja (tidak mempunyai penguasa) setelah era Raja Tan Unggal, tapi lebih disebabkan karena penduduk Sambas pada waktu itu mempunyai kepercayaan yang sama dengan rombongan Majapahit tersebut, yakni Hindu. Hindu sudah berkembang di Nusantara sejak berdirinya Kerajaan Kutai Martadipura (era pemerintahan Mulawarman) sampai kepada Kerajaan Kutai Kartanegara. Wajar kalau pengaruhnya sampai ke wilatah Sambas. Jadi pada waktu itu belum ada istilah “melayu atau dayak”. Istilah atau penyebutan itu ada setelah masuknya Islam. Penduduk yang kemudian masuk Islam dinamakan "Melayu" dan penduduk yang masih menganut Hindu (Kaharingan) dinamakan "Dayak" (Dayak artinya "orang hulu", yakni orang yang tinggal di hulu sungai atau pedalaman). Disebut orang pedalaman atau hulu bukan karena mereka terdesak oleh masuknya Islam tapi karena memang mereka belum tersentuh oleh syiar Islam, disebabkan mereka tinggal jauh di pedalaman. Pada waktu itu Islam umumnya memang disyiarkan oleh pedagang-pedagan dari Gujarat, Hadramaut dan dari Tiongkok (armada Laksamana Cheng Ho). Pedagang-pedagang dan penjelajah lautan ini hanya singgah dan berdagang di daerah pesisir.
Rombongan dari pulau Jawa (Majapahit) ini pertama kali mendarat disebuah tempat yang dinamakan Pangkalan Jambu, sebuah tempat yang berada di Kecamatan Jawai, Kabupaten Sambas yang sekarang. Itulah sebabnya daerah tempat mendaratnya rombongan bangsawan dari Jawa Dwipa ini dinamakan Jawai sampai sekarang.

Masjid Sultan Muhammad Syafi'oeddin II
Sedangkan sejarah berdirinya Kesultanan Sambas bermula di Kesultanan Brunei yaitu ketika Sultan Brunei ke-9 --Sultan Muhammad Hasan-- wafat pada tahun 1598 M, maka kemudian putra Baginda yang sulung menggantikannya dengan gelar Sultan Abdul Jalilul Akbar. Ketika Sultan Abdul Jalilul Akbar telah memerintah puluhan tahun kemudian muncul saingan untuk menggantikan dari Adinda Sultan Abdul Jalilul Akbar yang bernama Pangeran Muda Tengah. Untuk menghindari terjadinya perebutan kekuasaan maka Baginda Sultan Abdul Jalilul Akbar membuat kebijaksanaan untuk memberikan sebagai wilayah kekuasaan Kesultanan Brunei yaitu daerah Sarawak kepada Pangeran Muda Tengah. Maka kemudian pada tahun 1629 M, Pangeran Muda Tengah menjadi Sultan di Sarawak sebagai Sultan Sarawak pertama dengan gelar Sultan Ibrahim Ali Omar Shah yang kemudian Baginda lebih populer di kenal dengan nama Sultan tengah atau Raja Tengah yaitu merujuk kepada gelaran Baginda sebelum menjadi Sultan yaitu Pangeran Muda Tengah.
Setelah sekitar 2 tahun memerintah di Kesultanan Sarawak yang berpusat di Sungai Bedil (Kota Kuching sekarang ini), Baginda Sultan Tengah kemudian melakukan kunjungan ke Kesultanan Johor. Saat itu di Kesultanan Johor yang menjadi Sultan adalah Sultan Abdul Jalil (Raja Bujang)dimana Permaisuri Sultan Abdul Jalil ini adalah Mak Muda dari Sultan Tengah. Sewaktu di Kesultanan Johor ini terjadi kesalahpahaman antara Baginda Sultan Tengah dengan Sultan Abdul Jalil sehingga kemudian membuat Baginda Sultan Tengah dan rombongannya harus pulang dengan tergesa-gesa ke Sarawak sedangkan saat itu sebenarnya bukan angin yang baik untuk melakukan pelayaran. Oleh karena itulah maka ketika sampai di laut lewat dari Selat Malaka, kapal rombongan Baginda Sultan Tengah ini dihantam badai yang sangat dahsyat. Setelah terombang-ambing di laut satu hari satu malam, setalah badai mereda, kapal Baginda Sultan Tengah tenyata telah terdampar di pantai yang adalah wilayah kekuasaan Kesultanan Sukadana. Pada saat itu yang menjadi Sultan di Kesultanan Sukadana adalah Sultan Muhammad Shafiuddin (Digiri Mustika) yang baru saja kedatangan Tamu Besar yaitu utusan Sultan Makkah (Amir Makkah) yaitu Shekh Shamsuddin yang mengesahkan gelaran Sultan Muhammad Shafiuddin ini. Sebelum ke Kesultanan Sukadana, Shekh Shamsuddin telah berkunjung pula ke Kesultanan Banten yang juga mengesahkan gelaran Sultan Banten pada tahun yang sama.
Baginda Sultan Tengah dan rombongannya kemudian disambut dengan baik oleh Baginda Sultan Muhammad Shafiuddin (Digiri Mustika. Setelah tinggal beberapa lama di Kesultanan Sukadana ini, setelah melihat perawakan dan kepribadian Baginda Sultan Tengah yang baik, maka kemudian Sultan Muhammad Shafiuddin mencoba menjodohkan Adindanya yang dikenal cantik jelita yang bernama Putri Surya Kesuma dengan Baginda Sultan Tengah. Sultan Tengah pun kemudian menerima perjodohan ini sehingga kemudian menikahlah Baginda Sultan Tengah dengan Putri Surya Kesuma dengan adat kebesaran Kerajaan Kesultanan Sukadana. Setelah menikah dengan Putri Surya Kesuma ini Baginda Sultan Tengah kemudian memutuskan untuk menetap sementara di Kesultanan Sukadana sambil menunggu situasi yang aman di sekitar Selat Malaka menyusul adanya ekspansi besar-besaran dari Kesultanan Johor dibawah pimpinan Sultan Abdul Jalil (Raja Bujang) di wilayah itu. Dari pernikahannya dengan Putri Surya Kesuma ini Baginda Sultan Tengah kemudian memperoleh seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Sulaiman.
Setelah sekitar 7 tahun menetap di Kesultanan Sukadana dan situasi di sekitar Selat Malaka masih belum aman dari ekspansi Sultan Abdul Jalil Johor (Raja Bujang) itu, maka Baginda Sultan Tengah kemudian memutuskan untuk berpindah dari Kesultanan Sukadana untuk menetap di tempat baru yaitu wilayah Sungai Sambas karena sebelumnya Baginda Sultan Tengah telah mendengar sewaktu di Sukadana bahwa di sekitar Sungai Sambas terdapat sebuah Kerajaan yang berhubungan baik dengan Kesultanan Sukadana yaitu Panembahan Sambas.
Maka kemudian pada tahun 1638 M berangkatlah rombongan Baginda Sultan Tengah beserta keluarga dan orang-orangnya dengan menggunakan 40 perahu yang lengkap dengan alat senjata dari Kesultanan Sukadana menuju Panembahan Sambas di Sungai Sambas. Setelah sampai di Sungai Sambas, rombongan Baginda Sultan Tengah ini kemudian disambut dengan baik oleh Raja Panembahan Sambas saat itu yaitu Ratu Sapudak. Rombongan Baginda Sultan Tengah ini kemudian dipersilahkan oleh Ratu Sapudak untuk menetap di sebuah tempat tak jauh dari pusat pemerintahan Panembahan Sambas.
Tidak lama setelah Baginda Sultan Tengah beserta keluarga dan orang-orangnya tinggal di Panembahan Sambas, Ratu Sapudak kemudian meninggal secara mendadak. Sebagai penggantinya maka kemudian diangkatlah keponakan Ratu Sapudak yang bernama Raden Kencono (Anak Ratu Timbang Paseban). Raden Kencono ini adalah juga menantu dari Ratu Sapudak karena mengawini anak Ratu Sapudak yang perempuan bernama Mas Ayu Anom. Setelah menaiki tahta Panembahan Sambas, Raden Kencono ini kemudian bergelar Ratu Anom Kesumayuda.
Setelah sekitar 10 tahun Baginda Sultan Tengah menetap di wilayah Panembahan Sambas dan anaknya yang sulung yaitu Sulaiman sudah beranjak dewasa maka kemudian Sulaiman dijodohkan dan kemudian menikah dengan anak perempuan Almarhum Ratu Sapudak yang bungsu bernama Mas Ayu Bungsu. Karena pernikahan inilah maka Sulaiman kemudian dianugerahkan gelaran Raden oleh Panembahan Sambas sehingga nama menjadi Raden Sulaiman dan selanjuntnya tinggal di lingkungan Keraton Panembahan Sambas bersama Mas Ayu Bungsu. Dari pernikahannya dengan Mas Ayu Bungsu ini, Raden Sulaiman memperoleh seorang anak pertama yaitu seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Raden Bima. Raden Sulaiman kemudian diangkat oleh Ratu Anom Kesumayuda menjadi salah satu Menteri Besar Panembahan Sambas bersama dengan Adinda Ratu Anom Kesumayuda yang bernama Raden Aryo Mangkurat.
Tidak lama setelah kelahiran cucu Baginda Sultan Tengah yaitu Raden Bima, dan setelah melihat situasi yang sudah mulai aman di sekitar Selat Malaka apalagi setelah melihat anaknya yang sulung yaitu Raden Sulaiman telah menikah dan mandiri bahkan telah menjadi Menteri Besar Panembahan Sambas, maka Baginda Sultan Tengah kemudian memutuskan sudah saatnya untuk kembali ke Negerinya yang telah begitu lama di tinggalkannya yaitu Kesultanan Sarawak. Maka kemudian berangkatlah Baginda Sultan Tengah beserta istrinya yaitu Putri Surya Kesuma dan keempat anaknya yang lain (Adik-adik dari Raden Sulaiman) yaitu Badaruddin, Abdul Wahab, Rasmi Putri dan Ratna Dewi beserta orang-orangnya yaitu pada sekitar tahun 1652 M.
Ditengah perjalanan ketika telah hampir sampai ke Sarawak yaitu disuatu tempat yang bernama Batu Buaya, secara tiba-tiba Baginda Sultan Tengah ditikam dari belakang oleh pengawalnya sendri, pengawal itu kemudian dibalas tikam oleh Baginda Sultan Tengah hingga pengawal itu tewas. Namun demikian luka yang di tubuh Sultan Tengah terlalu parah sehingga kemudian Baginda Sultan Tengah bin Sultan Muhammad Hasan pun wafat. Jenazah Baginda Sultan Tengah kemudian setelah di sholatkan kemudian dengan adat kebesaran Kesultanan Sarawak oleh Menteri-Menteri Besar Kesultanan Sarawak, dimakamkan di lereng Gunung Sentubong. Adapun Putri Surya Kesuma setelah kewafatan suaminya yaitu Almarhum Sultan Tengah, kemudian memutuskan untuk kembali ke Kesultanan Sukadana yaitu tempat dimana ia berasal bersama dengan keempat anaknya.
Di Panembahan Sambas, sepeninggal Ayahnya yaitu Baginda Sultan Tengah, Raden Sulaiman mendapat tentangan yang keras dari Adik Ratu Anom Kesumayuda yang juga adalah Menteri Besar Panembahan Sambas yaitu Raden Aryo Mangkurat. Tentangan dari Raden Aryo Mangkurat yang sangat fanatik hindu ini karena iri dan dengki dengan Raden Sulaiman yang semakin kuat mendapat simpati dari para pembesar Panembahan Sambas saat karena baik prilakunya dan bagus kepemimpinannya dalam memagang jabatan Menteri Besar disamping itu Raden Sulaiman ini juga sangat giat menyebarkan Syiar Islam di lingkungan Keraton Panembahan Sambas yang mayoritas masih menganut hindu itu sehingga dari hari ke hari semakin banyak petinggi dan penduduk Panembahan Sambas yang masuk Islam sehingga Raden Sulaiman ini semakin dibenci oleh Raden Aryo Mangkurat.
Tekanan terhadap Raden Sulaiman oleh Raden Aryo Mangkurat ini kemudian semakin kuat hingga sampai pada mengancam keselamatan Raden Sulaiman beserta keluarganya sedangkan Ratu Anom Kesumayuda tampaknya tidak mampu berbuat dengan ulah adiknya itu. Maka Raden Sulaiman kemudian memtuskan untuk hijrah dari pusat Panembahan Sambas dan mencari tempat menetap yang baru. Maka kemudian pada sekitar tahun 1655 M, berangkatlah Raden Sulaiman beserta istri dan anaknya serta orang-orangnya yaitu sebagian orang-orang Brunei yang ditinggalkan Ayahnya (Sultan Tengah) ketika akan pulang ke Sarawak dan sebagian petinggi dan penduduk Panembahan Sambas yang setia dan telah masuk Islam.
Dari pusat Panembahan Sambas ini (sekarang disebut dengan nama Kota Lama), Raden Sulaiman dan rombongannya sempat singgah selama setahun di tempat yang bernama Kota Bangun dan kemudian memutuskan untuk menetap di suatu tempat lain yang kemudian bernama Kota Bandir. Setelah sekitar 4 tahun menetap di Kota Bandir ini, secara tiba-tiba, Ratu Anom Kesumayuda datang menemui Raden Sulaiman dimana Ratu Anom Kesumayuda menyatakan bahwa ia dan sebagian besar petinggi dan penduduk Panembahan Sambas di Kota Lama akan berhijrah dari wilayah Sungai Sambas ini dan akan mencari tempat menetap yang baru di wilayah Sungai Selakau karena ia (Ratu Anom Kesumayuda)telah berseteru dan tidak sanggup menghadapi ulah adiknya yaitu Raden Aryo Mangkurat di Kota Lama. Untuk itulah Ratu Anom Kesumayuda kemudian menyatakan menyerahkan kekuasaan di wilayah Sungai Sambas ini kepada Raden Sulaiman dan agar melakukan pemerintahan di wilayah Sungai Sambas ini.
Sekitar 5 tahun setelah mendapat mandat penyerahan kekuasaan dari Ratu Anom Kesumayuda maka setelah berembug dengan orang-orangnya dan melakukan segala persiapan yang diperlukan, Raden Sulaiman kemudian memutuskan untuk mendirikan sebuah Kerajaan baru. Maka kemudian pada sekitar tahun 1671 M Raden Sulaiman mendirikan Kesultanan Sambas dengan Raden Sulaiman sebagai Sultan pertama Kesultanan Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Shafiuddin yaitu mengambil gelar dari nama gelaran Abang dari Ibundanya (Putri Surya Kesuma) yaitu Sultan Muhammad Shafiuddin (Digiri Mustika, Sultan Sukadana. Pusat pemerintahan Kesultanan Sambas ini adalah ditempat yang baru di dekat muara Sungai Teberrau yang bernama Lubuk Madung.
Setelah memerintah selama sekitar 15 tahun yang di isi dengan melakukan penataaan sistem pemerintahan dan pembinaan hubungan dengan negari-negeri tetangga, pada tahun 1685 Sultan Muhammad Shafiuddin (Raden Sulaiman) mengundurkan diri dari Tahta Kesultanan Sambas dan mengangkat anak sulungnya yaitu Raden Bima sebagai penggantinya dengan gelar Sultan Muhammad Tajuddin.
Sekitar setahun setelah memerintah sebagai Sultan Sambas ke-2, Sultan Muhammad Tajuddin (Raden Bima), atas persetujuan dari Ayahnya (Raden Sulaiman) kemudian memindahkan pusat pemerintahan Kesultanan Sambas dari Lubuk Madung ke suatu tempat tepat di depan percabangan 3 buah Sungai yaitu Sungai Sambas, Sungai Teberrau dan Sungai Subah. Tempat ini kemudian disebut dengan nama "Muare Ulakkan" yang menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Sambas seterusnya yaitu dari tahun 1685 M itu hingga berakhirnya pemerintahan Kesultanan Sambas pada tahun 1956 M atau sekitar 250 tahun.
Kerajaan Banjar menaungi wilayah Sungai Sambas dimulai dari awal abad ke-15 M hingga pertengahan abad ke-16 M yaitu pada masa Kerajaan Melayu hindu Sambas yang berkuasa di wilayah Sungai Sambas. Kerajaan Melayu hindu Sambas itu kemudian runtuh pada pertengahan abad ke-17 dan digantikan oleh Panembahan Sambas hindu yang menguasai wilayah Sungai Sambas itu selanjutnya. Panembahan Sambas hindu ini didirikan oleh orang-orang Jawa yang merupakan Bangsawan Jawa dari Raja Majapahit Wikramawardhana. Sejak berdirinya Panembahan Sambas hindu bernaung dibawah Kesultanan Sukadana hingga awal abad ke-17 M dan selanjutnya beralih bernaung dibawah Kesultanan Johor.Panembahan Sambas hindu ini kemudian runtuh dan berdirilah Kesultanan Sambas.Kesultanan Sambas yang didirikan pada sekitar tahun 1675 M oleh keturunanan Sultan Brunei melalui Sultan Tengah dari Kesultanan Brunei. Sejak berdirinya Kesultanan Sambas adalah berdaulat penuh yaitu tidak pernah bernaung atau membayar upeti pada Kerajaan manapun hingga kemudian baru pada tahun 1855 M (pada masa Sultan Umar Kamaluddin, Sultan Sambas ke-12) Kesultanan Sambas mulai dikendalikan pemerintahannya oleh Hindia Belanda (seperti juga seluruh Kerajaan-Kerajaan yang ada di Indonesia ini pada masa itu terutama di Pulau Jawa). Sehingga sejak masa Sultan Sambas pertama (1675) hingga masa Sultan Sambas ke-11 (1855) yaitu selama 180 tahun, Kesultanan Sambas itu berdaulat penuh yaitu tidak ada pihak manapun yang menaungi, mengendalikan apalagi menguasai Kesultanan Sambas.
Jadi Kesultanan Sambas berbeda dengan Panembahan Sambas apalagi Kerajaan Melayu hindu Sambas yang bernaung kepada Kerajaan Banjar itu. Sedangkan Kesultanan Sambas tidak pernah bernaung dibawah Kerajaan manapun yang mana Sultan-Sultan Sambas itu adalah Keturunan Nabi Muhammad Saw (Ahlul Bayt) melalui Sultan-Sultan Brunei. Sedangkan yang tercantum dalam Kitab Negarakertagama itu adalah Kerajaan Sambas kuno yang menunjukkan bahwa paling tidak sekitar abad ke-13 M di wilayah Sungai Sambas telah berdiri Kerajaan yang cukup besar. Sedangkan Kesultanan Sambas adalah Dinasti Penguasa di Sungai Sambas yang paling akhir masanya dimana pada masa berdirinya Kesultanan Sambas, Kerajaan Majapahit telah runtuh sedangkan Kesultanan Banten dan Kesultanan Demak kekuasaannya tidak sampai ke Kesultanan Sambas apalagi Kesultanan Mataram terlalu lemah yang kemudian pecah menjadi 3 buah Kesultanan yang kecil-kecil (Yogyakarta, Mangkunegara dan Surakarta). Bahkan Kesultanan Sambas selama sekitar 100 tahun yaitu dari paruh pertama abad ke-18 hingga paruh pertama abad ke-19 M merupakan Kerajaan Terbesar di wilayah pesisir Barat Pulau Borneo ini (Kalimantan Barat) hingga kemudian Hindia Belanda masuk ke wilayah pesisir Barat Pulau Borneo ini pada awal abad ke-19 M dimana pihak Hindia Belanda ini yang membuat besar Kesultanan Pontianak sehingga kemudian Kesultanan Pontianak menggantikan posisi Kesultanan Sambas sebagai Kerajaan Terbesar di wilayah ini pada masa itu.






MOHON DIBACA KEMBALI APABILA ADA YANG KURANG ATAU YANG KELIRU KAMI MOHON MAAF SILAKAN PERBAIKI !!!!!

Jumat, 23 Desember 2011

MAKALAH SEJARAH BERDIRINYA TVRI KALBAR


Kata Pengantar

Puji dan syukur kita panjatkan ALLAH SWT karna berkat dan rahmat dan karunianya penulis masih diberi  kesempatan untuk menyelesaikan penulisan makalah ini.
Makalah ini ditulis untuk melengkapi salah satu tugas pelajaran Sosiologi
Penulis juga  menyadari  bahwa  dalam  penyusunan  makalah  ini  sangat  di  tunjang  oleh  berbagai  pihak  yang  senantiasa  memberikan  dorongan  dan  bantuan  atau  motifasi  yang  tak  ternilai  harganya.  Oleh  karena  itu,  pada  kesempatan  ini  penulis  mengucapkan  terima  kasih  kepada  :
1.       Bapak  JUNAIDI selaku kepala sekolah SMA DWI DHARMA Sungai Duri.
2.       Ibu  TRY ENI sebagai  guru  pembimbing
3.      Rekan – rekan  yang  tidak  dapat  penulis  sebutkan  satu – persatu.
Karena  terbatasnya  pengetahuan  serta  kemampuan  yang  dimiliki,  penulis menyadari  bahwa  dalam  penyusunan  makalah  ini  masih  jauh  dari  kesempurnaan.  Untuk  itu  penulis  sangat  mengharapkan  masukkan  dan  kritikan   dari  pembaca  agar  dapat  membangun  penyusunan  makalah  yang  lebih  baik  untuk  kedepannya.




      Penulis 




BAB 1
PENDAHULUAN

A.    LATAR   BELAKANG  MASALAH

Dalam kehidupan berbangsa dan Bernegara,pengetahuan sejarah menjadi sangat penting.Oleh karena itu dengan mempelajari sejarah kita akan mendapatkan gambaran tentang kehidupan masyarakat dan menetahui peristiwa – peristiwa atau kejadian di masa lampau.
Peristiwa – peristiwa atau kejadian – kejadian yang terjadi dimasa lampau tersebut dapat dijadikan sebagai suatu pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan bangsa dimasa yang akan datang,peristiwa sejarah merupakan fakta yang abadi yang harus diketahui oleh generasi penerus bangsa sebagai pelajaran dan sebagai pandangan hidup.
Keberadaan TVRI Kalbar secara umum tidaklah terlepas dari sejarah TVRI secara Nasional yang tujuan pendiriannya adalah untuk menyebarluaskan informasi, mencerdaskan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, menjaga stabilitas nasional serta menjaga pertahanan dan keamanan wilayah Republik Indonesia.
 Sebuah stasiun pemancar/transmissi dengan kekuatan 20 kw di Jalan A.Yani, Pontianak yang mulai beroperasi tahun 1977 merupakan awal mula berdirinya TVRI di Kalimantan Barat. Kemudian tahun 1980 jaringan TVRI Kalimantan Barat diperluas dengan memanfaatkan bantuan dari Dephankam (Departemen Pertahanan dan Keamanan), sehingga berdiri satuan pemancar/transmissi pada tiga daerah yaitu Sanggau Ledo, Balai Karangan dan Semitau. Dengan adanya penambahan jaringan ini, maka satuan pemancar/transmissi yang berada di kota Pontianak menjadi leader sector dengan nama Sektor Transmissi 17 Kalbar, yang memberikan pertanggungjawaban kepada Dirjen RTF (Direktorat Jenderal Radio, Televisi dan Film Departemen Penerangan RI).
B.     BATASAN MASALAH
1.      Sejak kapan TVRI ini berdiri
2.      Apa latar belakang berdirinya TVRI
3.      Apa tujuan berdirinya TVRI
4.      Apa motivasi atau alas an TNRI berdiri
5.      Orang pertama kali mendirikan TVRI
6.      Siapa saja terlibat berdirinya TVRI
7.      Bagaimana proses berdirinya TVRI
8.      Sarana atau prasarana yang dibutuhkan untuk berdirinya TVRI
9.      Bagaimana antusias masyarkat saat berdirinya TVRI
10.  Prestasi apa saja yang di dapat pada saat itu
11.  Siapa saja yang termasuk dalam anggota TVRI
12.  Dimana pertama kali TVRI berdiri
13.  Pada tanggal berapa TVRI berdiri untuk Indonesia
14.  Dimana saja cabang-cabang TVRI yang sudah menyebar di Kalimantan barat
15.  Orang yang pertama kali menjadi directur TVRI

C.    TUJUAN  PENULISAN
Berdasarkan batasan masalah di atas maka tujuan makalah  ini adalah:
Kami ingin mengetahui kapan berdirinya TVRI serta tujuan mereka mendirikan stasiun TVRI,motivasi mereka dan antusisa masyarakat menerima berdirinya TVRI sangat baik  dan proses pembangunan saat itu.
Sarana atau prasarana yang butuhkan pada saat itu yakni Sumber Daya Manusia,peralatan kantor yang mereka perlukan serta dukungan dari rekan-rekan semua yang terlibat di dalamnya.
untuk saat sekarang TVRI ini berdiri sendiri,yang terlibat dalam proses tersebut yakni semau anggotanya.prestasi yang sudah capai pada saat sekarang sudah banyak serta disetiap kabupaten memiliki cabangnya masing-masing.
D. METODE PENULISAN
Metode dan teknik penelitian yang digunakan Penulis adalah:
1. Observasi, yaitu Penulis langsung datang ke lokasi untuk memperoleh informasi yang di bahas.
2. Wawancara, yaitu Penulis melakukan Tanya jawab dengan narasumber untuk mengetahui hal-hal yang Penulis bahas.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini terdiri dari tiga bab, pada bab I akan diuraikan tentang latar belakang, batasan masalah, tujuan Penulisan, metode dan teknik Penulisan.
Bab II akan diuraikan tentang sejarah berdirinya TVRI KALIMANTAN BARAT, Pada Bab III akan diuraikan kesimpulan dan saran.














BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH BERDIRINYA TVRI KALIMANTAN BARAT

TVRI Kalbar adalah Sebuah stasiun pemancar/transmissi dengan kekuatan 20 kw di Jalan A.Yani, Pontianak yang mulai beroperasi tahun 1977 merupakan awal mula berdirinya TVRI di Kalimantan Barat. Kemudian tahun 1980 jaringan TVRI Kalimantan Barat diperluas dengan memanfaatkan bantuan dari Dephankam (Departemen Pertahanan dan Keamanan), sehingga berdiri satuan pemancar/transmissi pada tiga daerah yaitu Sanggau Ledo, Balai Karangan dan Semitau. Dengan adanya penambahan jaringan ini, maka satuan pemancar/transmissi yang berada di kota Pontianak menjadi leader sector dengan nama Sektor Transmissi 17 Kalbar, yang memberikan pertanggungjawaban kepada Dirjen RTF (Direktorat Jenderal Radio, Televisi dan Film Departemen Penerangan RI).Pada tahun 1982 dengan menggunakan DIP, Sektor Transmissi 17 Kalbar mampu membangun jaringan yang lebih luas dengan mendirikan pemancar/transmissi di Sanggau, Sintang, Nanga Merakai, Sambas, Ketapang dan Putussibau dengan kekuatan transmissi yang tidak merata antara 1 s/d 5 Kw.Untuk mensukseskan kegiatan MTQ Tingkat Nasional tahun 1985 di Pontianak, TVRI dikembangkan lagi dengan mendirikan SPK (Stasiun Produksi Keliling) dengan nama TVRI SPK Pontianak yang mempunyai tugas memproduksi acara-acara TVRI untuk selanjutnya disiarkan dari TVRI Jakarta.
Pada tahun 1990 TVRI kembali menambah satuan transmissinya di wilayah Kendawangan dan Nanga Pinoh. Kemudian pada tahun 1994 Singkawang pun mendapatkan jatah pendirian satuan transmissi.
Mengingat wilayah Kalimantan Barat yang demikian luas, sehingga satuan-satuan transmissi yang ada masih belum juga mampu menjangkau seluruh wilayah, maka antara kurun waktu 1992 s/d 1995 beberapa wilayah yang belum terjangkau siaran pun didirikan pemancar-pemancar, yang menjadikan Nanga Tepuai, Nanga Badau, Senaning, Serimbu, Sukadana dan Bengkayang pun dapat menerima siaran TVRI.
Sejarah baru TVRI di Kalimantan Barat dimulai lagi pada tahun 1997 karena saat itulah TVRI SPK Pontianak akhirnya mampu melakukan siaran sendiri, meskipun ketika itu hanya melaksanakan siaran selama 30 menit untuk menyiarkan berita daerah.
Guna menjangkau daerah-daerah terpencil dan lebih mengenalkan lagi Kalimantan barat ke seluruh Indonesia, bahkan mencapai belahan bumi Asia Timur, tahun 2007 TVRI Kalbar dengan durasi siaran telah mencapai 3 jam setiap hari (selebihnya masih merelay siaran TVRI Nasional), melakukan siaran yang dipancarluaskan menggunakan satelit.










BAB.III
                                                                       PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian pembahasan makalah ini, penulis mengambil kesimpulan yaitu:
- TVRI adalah Sebuah stasiun pemancar/transmissi yang tujuan pendiriannya adalah untuk menyebarluaskan informasi, mencerdaskan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, menjaga stabilitas nasional serta menjaga pertahanan dan keamanan wilayah Republik Indonesia.
sehingga dapat dinikmati berbagai generasi, itu diharapkan mereka dapat mengetahui sejarah dan dapat menghargai hasil yang telah dicapai generasi terdahulu sehingga mereka dapat mengambil hikmah dan sejarah itu sendiri,
- TVRI Kalbar berfungsi sebagai sarana informasi dan telekomunikasi sesuai dengan visi dan misi TVRI KALBAR.
3.2 Saran
Dengan mengetahui sejarah berdirinya TVRI Kalbar menambah wawasan serta pengetahuan siswa Binalah persatan dan kesatuan bangsa agar peristiwa masa lalu tidak kembali,
Teruskanlah perjuangan para pahlawan dengan membangun Bangsa Indonesia lebih maju.
Demikian saran-saran yang dapat penulis kemukakan, semoga bermanfaat untuk kita semua. Amin.




Visi

" Terwujudnya TVRI sebagai media pilihan rakyat Kalimantan Barat
dalam rangka turut mencerdaskan dan memperkuat kesatuan Nasional"

Misi

Menjadi media perekat sosial untuk persatuan dan kesatuan bangsa
sekaligus menjadi media kontrol sosial yang dinamis

Mengembangkan TVRI menjadi pusat pembelajaran serta menyajikan
hiburan yang sehat dengan mengoptimalkan potensi dan budaya
daerah serta memperhatikan komunitas terabaikan

Memberdayakan TVRI menjadi media untuk membangun citra bangsa
dan negara Indonesia di dunia internasional




                                                                                                                                                      



ii
DAFTAR ISI
Halaman
                                                         
KATA PENGANTAR                                                                     i
DAFTAR ISI                                                                                   ii
I.     PENDAHULUAN
A. Latar Belakang                                                            1
B. Batasan Masalah                                                         2
C. Tujuan Penulisan                                                         3
D. Metode Penulisan
                                               
II.    PEMBAHASAN MASALAH                                                4
III.   PENUTUP
A.    KESIMPULAN
B.     SARAN
                                                    
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN